Permasalahan Pusat dan Daerah
Pada dasarnya, permasalahan pusat dan daerah tersebut berdasar pada 3 pokok
masalah:
a. Permasalahan kekuasaan yang sentralistis. Pemerintahan Orde Baru,
dianggap sangat sentralistis dalam menjalankan kekuasaan. Banyak hal yang
ditentukan oleh pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dipandang
seakan-akan hanya sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah pusat. Akibatnya,
aspirasi daerah ditutup dengan mengedepankan justifikasi “stabilitas dan
kepentingan nasional”. Hal ini menimbulkan perasaan dehumanisasi pada masyar
akat di daerah.
b. Permasalahan pembagian keuangan. Dalam menjalankan kebijakan ekonomi,
pemerintah pusat selama Orde Baru juga sangat sentralistis. Sebagian besar
hasil-hasil yang didapat daerah, harus diserahkan kepada pemerintah pusat.
Dalam kasus Aceh misalnya, pada tahun anggaran 1998/999, 91,59% hasil-hasil
daerah diserahkan kepada pusat. Dengan demikian berarti daerah (Aceh) hanya
mendapat “tetesan” 8,41% dari hasil buminya sendiri. Fenomena itu, bukan
hanya terjadi di Aceh, tetapi juga di tempat-tempat lain Indonesia. Praktik
pemerintahan seperti itu, menimbulkan perasaan bahwa daerah seakan hanyalah
“sapi perahan” dari pemerintah pusat. Meskipun kenyataannya pemerintah pusat
memberikan “subsidi daerah otonom” (SDO) pada setiap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), tetapi paradigma yang berlaku bahwa SDO tersebut
adalah “kebaikan hati” pemerintah pusat kepada daerah. Padahal, dana untuk
SDO tersebut, sebagian didapatkan dari daerah juga.
c. Permasalahan budaya. Pemerintah Orde Baru mengedepankan wawasan “budaya
nasional”. Meskipun dipropagandakan bahwa budaya daerah adalah kekayaan
budaya nasional, namun dalam praktiknya sering terjadi marjinalisasi
terhadap budaya daerah. Padahal, kendati sebagai negara kesatuan, Indonesia
terdiri dari ribuan budaya dari bermacam suku-suku bangsa. Bahkan, dari satu
suku bangsa, terdapat sub-sub kultur yang berbeda. Perbedaan budaya tersebut
membawa konsekuensi pada perbedaan atau keragamam paradigma dalam
menjalankan kekuasaan dan implementasi kebijakan. Kondisi itu, seakan
diabaikan dan dianggap tidak begitu penting. Bahkan dalam banyak kasus,
terjadi penyeragaman praktik budaya. Hal itu, menimbulkan resistensi yang
mendasar, karena budaya sesungguhnya tetap hidup dalam bawah sadar manusia,
tidak dapat dihilangkan dengan upaya penyeragaman.
COntoh Kasus
Wawasan Nasional Bangsa Indonesia
Kehidupan manusia di dunia mempunyai kedudukan sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai wakil Tuhan di bumi yang menerima amanat-NYA untuk mengelola kekayaan alam. Adapun sebagai wakil Tuhan di bumi, manusia dalam hidupnya berkewajiban memelihara dan memanfaatkan segenap karunia kekayaan alam dengan sebaik – baiknya untuk kebutuhan hidupnya. Manusia dalam menjalankan tugas dan kegiatan hidupnya bergerak dalam dua bidang yaitu universal filosofis dan sosial politis. Bidang universal filosofis bersifat transeden dan idealistik misalnya dalam bentuk aspirasi bangsa, pedoman hidup dan pandangan hidup bangsa. Aspirasi bangsa ini menjadi dasar wawasan nasional bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan wilayah Nusantara.
Sebagai negara kepulauan dengan masyarakatnya yang berbhineka, negara Indonesia memiliki unsur – unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya akan sumber daya alam (SDA). Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa, satu negara dan satu tanah air.
Dalam kehidupannya, bangsa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh interaksidan interelasi dengan lingkungan sekitarnya (regional atau internasional). Dalam hal ini bangsa Indonesia memerlukan prinsip – prinsip dasar sebagai pedoman agar tidak terombang – ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai cita – cita serta tujuan nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara sehingga disebut WAWASAN NUSANTARA. Karena hanya dengan upanya inilah bangsa dan negara Indonesia tetap eksis dan dapat melanjutkan perjuangan menuju mayarakat yang adil, makmur dan sentosa.Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiawai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.
Wawasan Nusantara merupakan sebuah alat yang menyatukan semua kepulauan yang ada di Indonesia. Sebagai kita ketahui bahwa bangsa Indonenesia terdiri dari beberapa pulau, dan untuk menyatukannya bukanlah suatu tindakan yang mudah. Setelah Deklarasi Djuanda itu terjadi yang sudah melahirkan konsep Wawasan Nusantara, laut Nusantara bukan lagi sebgai pemisah akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan yang mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia. Indonesia yang memiliki banyak pulau memerlukan pengawasan yang cukup ketat. Dimana pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihak TNI/Polri saja tetapi semua lapisan masyarakat Indonesia. Bila hanya mengandalkan TNI/Polri saja yang persenjataannya kurang lengkap mungkin bangsa Indonesia sudah tercabik – cabik oleh bangsa lain. Dengan adannya wawasan nusantara kita dapat mempererat rasa persatuan di antara penduduk Indonesia yang saling berbhineka tunggal ika.
Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan nusantara yang merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Oleh karena itu diperlukan suatu konsepsi ketahanan nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.
Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Era Penjajahan Bnagsa Jepang dan Kaitan Dengan Kemerdekaan Indonesia
2. Nilai kejuangan rela dan ikhlas berkorban.
3. Nilai kejuangan tidak mengenal menyerah.
4. Nilai kejuangan harga diri.
5. Nilai kejuangan percaya diri.
6. Nilai kejuangan pantang mundur.
7. Nilai kejuangan patriotisme.
8. Nilai kejuangan heroisme.
9. Nilai kejuangan rasa senasib dan sepenanggungan.
10. Nilai kejuangan rasa setia kawan.
11. Nilai ke juangan nasionalisme dan cinta tahah air
12. Nilai kejuangan persatuan dan kesatuan.
Dari uraian tersebut diatas bahwa sejarah perjuangan bangsa memiliki peranan dalam memberikan kontribusi niJai-niiai kejuangan bangsa dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk tetap utuh dan tegaknya NKRI yaitu SATU INDONESIA SATU.
Proses bangsa menegara adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa, di mana sekelompok manusia yang ada di dalamnya merasakan sebagai bagian dari bangsa dan terbentuknya negara merupakan organisasi yang mewadahi bangsa serta dirasakan kepentingannya oleh bangsa itu, sehingga tumbuh kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya negara melalui upaya Bela Negara. Dalam rangka upaya Bela Negara agar dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya sebagai dorongan/motivasi adanya keinginan untuk sadar Bela Negara sebagai berikut : Bangsa Yang Berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya “Tuhan” disebut Agama; Bangsa Yang Mau Berusaha, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut Ekonomi; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan lingkungan, berhubungan sesamanya dan alam sekitarnya disebut Sosial; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan Kekuasaan, disebut Politik; Bangsa Yang Mau Hidup Aman Tenteram dan Sejahtera, berhubungan dengan rasa kepedulian dan ketenangan serta kenyamanan hidup dalam negara disebut Pertahanan dan Keamanan.
Apakah Ilmu Yang Didapat dari belajar Pend. Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 9 ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Karena itu, tidaklah heran kalau kita sudah tidak asing lagi dengan pelajaran kewarganegaraan yang sudah dikenalkan mulai kita duduk di bangku SD sampai perguruan tinggi. Dulu di saat masih sekolah, pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dijadikan sebagai satu mata pelajaran yang lebih dikenal dengan PPKn ( Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ). Berbeda halnya dalam bangku kuliah yang keduanya lebih dibahas secara mendalam dan dijadikan dua mata kuliah yang berbeda. Namun tentunya antara satu dan yang lainnya tetap berhubungan erat.
Jika kita menilik sejarah ke belakang, ternyata pendidikan kewarganegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno. Di era Soekarno, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Sayangnya, pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru, seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), ternyata menyimpang dari impian luhur kemanusiaan yang terkandung dalam dasar negara Pancasila. Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan , apa ada yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan kita? Apakah pendidikan kewarganegaraan menjadi hanya sekedar formalitas belaka yang tidak memiliki nilai apapun di dalamnya? Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu rendah?
Untuk itu mari kita tinjau apa isi dan manfaat dari pelajaran kewarganegaraan. Sebenarnya banyak hal yang didapatkan dari pelajaran kewarganegaraan. Yang pertama adalah kita menjadi tahu hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang akhirnya membuat kita jadi mengerti peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara. Ketika kita semua sudah tahu dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka kita bisa menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Perlu diketahui bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari. Manfaat yang kedua adalah dengan mempelajari pelajaran kewarganegaraan dapat memotivasi kita untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Artinya yaitu setelah mengerti peran dan keadaan negara , kita seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Selain itu dengan mempelajari pendidikan kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang terkandung di dalamnya. Entah kita sadari atau tidak, dasar negara kita Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk nilai moral kehidupan. Nilai moral tersebut seharusnya menjadikan kita pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu indikasi juga gagalnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Manfaat selanjutnya adalah suatu hal yang masih berhubungan dengan nasionalisme dan patriotisme yaitu diharapkan kita memiliki kesadaran dan kemampuan awal dalam usaha bela negara. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Membela negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Dengan hak dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ataupun mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka. Itu semua sedikit manfaat yang didapatkan setelah mempelajari pendidikan kewarganegaraan. Tentunya masih banyak lagi manfaat lain yang didapatkan. Tidak lupa semua hal yang sudah disebutkan tadi juga harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan diharapkan dapat menjadi sarana pembentukan kepribadian bangsa dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara materi seperti yang dibahas di atas, tentu pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu penting dengan berbagai macam nilai di dalamnya. Akan begitu besar manfaatnya ketika kita mengerti dan memahami semua materi yang diajarkan. Tetapi hal itu akan sia – sia belaka ketika kita hanya sekedar mengerti atau memahami saja tanpa adanya penaindaklanjutan. Dalam hal ini yang ingin saya tekankan adalah perlu adanya suatu pengamalan dari suatu ilmu, khususnya dalam hal ini ilmu yang dimaksud adalah pendidikan kewarganegaraan itu sendiri.
Seperti kata pepatah “Amal tanpa ilmu, buta….Ilmu tanpa amal, pincang…” Amal tanpa ilmu akan membutakan karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Bagaimana mungkin kita tahu kalau amal yang kita lakukan benar atau salah jika kita tidak tahu ilmunya. Hal itu sama saja dengan kita berjalan tanpa tahu arah. Dengan menghubungkannya dengan topik yang kita bahas, pepatah itu tentunya memberikan kesadaran bahwa pendidikan kewarganegaraan yang merupakan suatu ilmu begitu penting sebagai petunjuk dan pemberi arah untuk setiap tindakan kita. Begitu banyak orang yang tidak memahami ilmu ini bisa jadi tidak sadar bahwa hal yang mereka lakukan itu salah dan pada akhirnya yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.
Sebaliknya juga berlaku bahwa ilmu tanpa amal itu sesuatu yang sia – sia. Dengan memegang prinsip itu dan menghubungkan dengan kenyataan yang ada saat ini bahwa masih banyak orang yang hanya sekedar tahu dan mengerti saja tanpa pengamalan. Dalam pembelajaran kewarganegaraan kita jadi tahu banyak hal dalam kehidupan bernegara, tapi mengapa dalam praktiknya nol??Karena banyak warga negara yang hanya menganggap ilmu itu sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat. Kita cenderung menganggap pendidikan kewarganegaraan patut disepelekan karena kurang begitu penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Itu akibat yang terjadi ketika kita tidak tahu manfaat apa yang didapat setelah mempelajarinya. Memang semenjak SD kita sudah diajarkan apa yang harus kita lakukan untuk menjawab soal – soal kewarganegaraan yang intinya harus dipilih atau ditulis segala bentuk perbuatan yang baik – baik dan kenyataannya semua itu cuma bertujuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi tanpa ada penerapan dalam kehidupan. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya dan waktu yang terbuang percuma ketika semuanya itu akan menguap begitu saja tanpa meninggalkan manfaat apapun bagi diri kita. Tentunya itu akan merugikan diri kita sendiri. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya. Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau tahu ( pengamalan yang salah ). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki keadaan malah menjadiakan keadaan semakin terpuruk.
Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan, memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, saya percaya bahwa negara ini akan menjadi negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan sejak dulu.
KRONOLOGIS KASUS BANK CENTURY
Kasus Bank century menjadi buah bibir di kalangan masyarakat saat ini, dan kita ketahui kasus yang melanda salah satu bank di indonesia ini yang menyebabkan pemerintah melalui Bi mengucurkan dana yang luamyan besar untuk menyelamatkan bank yang kini beralaih nama menjadi Bank Permata ini, kasus bank centuty telah berkembang selama ini sehingga menimbulkan pernyataan yang sangat penting untuk di jawab, karena setelah rapat paripurna DPR mengatakan tidak ada pengucuran dana, akan tetapi pemerintah saat ini tetep melakukan suntukan dana segar ke bank century sehingga hal ini yang menyebabkan anggota DPR melakukan inisiatif hak angket
Berikut ini merupakan kronologis kasus bank century yang mengakibatkan hak angket DPR harus dilaksanakan yang saya dapatkan dari berbagai sumber
Kasus Bank Century – Kasus Bank Century hingga kini masih menjadi pemberitaan hangat disejumlah media massa, baik media massa yang berorientasi elektronik dan cetak. Kasus Bank Century juga telah menyeret berbagai institusi hukum di Indonesia, seperti halnya KPK, POLRI,dan DPR.
Bagaimana sebenarnya kronologi awal persoalan yang dihadapi oleh Bank Century sampai Bank ini dinyatakan harus diselamatkan oleh pemerintah? Berikut kita simak kronologisnya, dimana sumber dari kronologis berikut ini diperoleh Karo Cyber dari berbagai sumber situs internet:
2003
Bank CIC diketahui didera masalah yang diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga valutas asing sekitar Rp2 triliun, yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit di jual. BI menyarankan merger untuk mengatasi ketidakberesan bank ini.
2004
Bank CIC merger bersama Bank Danpac dan bank Pikko yang kemudian berganti nama menjadi Bank Century. Surat-surat berharga valas terus bercokol di neraca bank hasil merger ini. BI menginstruksikan untuk di jual, tapi tidak dilakukan pemegang saham. Pemegang saham membuat perjanjian untuk menjadi surat-surat berharga ini dengan deposito di Bank Dresdner, Swiss, yang belakangan ternyata sulit ditagih.
2005
BI mendeteksi surat-surat berharga valas di Ban Century sebesar US$210 juta.
30 Oktober dan 3 November 2008
Sebanyak US$56 juta surat-surat berharga valas jatuh tempo dan gagal bayar. Bank Century kesulitan likuiditas. Posisi CAR Bank Century per 31 Oktober minus 3,53%.
13 November 2008
Bank Century gagal kliring karena gagal menyediakan dana (prefund)
17 November 2008
Antaboga Delta Sekuritas yang dimilik Robert Tantutar mulai default membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang di jual Bank Century sejak akhir 2007.
20 November 2008
BI Mengirim surat kepada Menteri Keuangan yang menentapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan mengusulkan langkah penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Di hari yang sama, Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang beranggotakan BI, Menteri Keuangan, dan LPS, melakukan rapat.
21 November 2008
Ban Century diambil alih LPS berdasarkan keputusan KKSK dengan surat Nomor 04.KKSK.03/2008. Robert Tantular, salah satu pemegang saham Bank Century, bersama tujuh pengurus lainnya di cekal. Pemilik lain, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq menghinglang.
23 November 2008
LPS memutuskan memberikan dana talangan senilai Rp2,78 triliun untuk mendongkrak CAR menjadi 10%.
5 Desember 2008
LPS menyuntikkan dana Rp2,2 triliun agar Bank Century memenuhi tingkat kesehatan bank.
9 Desember 2008
Bank Century mulai menghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular.
31 Desember 2008
Bank Century mencatat kerugian Rp7,8 triliun pada 2008. Aset-nya tergerus menjadi Rp5,58 triliun dari Rp14,26 triliun pada 2007.
3 Februari 2009
LPS menyuntikkan dana Rp1,5 triliun.
11 Mei 2009
Bank Century keluar dari pengawasan khusus BI.
3 Juli 2009
Parlemen mulai menggugat karena biaya penyelamatan Bank Century terlalu besar.
21 Juli 2009
LPS menyuntikkan dana Rp630 miliar.
18 Agustus 2009
Robert Tantular dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp50 miliar subsider lima bulan kurungan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebelumnya pada 15 Agustus, manajemen Bank Century menggugatnya sebesar Rp2,2 triliun.
3 September 2009
Kepala Kepolisian Republik Indonesia menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat agar terus mengejar aset Robert Tantular sebesar US$19,25 juta, serta Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi sebesar US$1,64 miliar.
10 September 2009
Robert Tantular divonis 4 tahun penjara dan dengan Rp50 miliar.
Dengan adanya kasus Bank Century ini, maka beberapa saat yang lalu masyarakat juga sempat dihebohkan kasus Bibit-Chandra yang disebut-sebut terkait dengan kasus Bank Century itu sendiri.
Dalam sebuah pemberitaan yang diterbitkan oleh liputan6.com, maka Tif pencari Fakta (TPF) kasus Bibit-Chandra menduga, upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK yang berujung pada penahanan Bibit dan Chandra, terkait dengan kasus Bank Century.
“Menurut kami, ada kaitannya. Tapi sejauhmana kaitannya masih kami dalami,” kata Sekretaris TPF Deny Indrayana, Selasa (10/11).
eperti diberitakan sebelumnya, upaya penyelamatan Bank Century diwarnai dugaan korupsi dan suap yang melibatkan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Susno diduga ikut menikmati aliran dana Rp 10 miliar dan tengah diselidiki oleh KPK.
Namun dalam beberapa kali kesempatan, Susno Duadji yang sempat dinonaktfikan dari jabatannya selalu membantah dugaan itu. Bahkan saat mengikuti rapat dengan Komisi III DPR, Susno sempat bersumpah bahwa dirinya tidak menerima uang dari Bank Century. Hal yang sama juga diungkapkan Susno ketika dimintai keterangan oleh TPF beberapa waktu lalu.
Kini TPF bekerja keras untuk mengungkap apakah memang ada keterkaitan langsung antara Kasus Bank Century dengan upaya kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra.
Atas kasus Bank Century hal yang paling mencuat akhir-akhir ini adalah mengenai Hak Angket DPR untuk kasus Century. Mengenai hak angket Century sejauh ini telah terbentuk Tim Sembilan yang diharapkan dapat memimpin Panitia Angket Century itu sendiri.
Sejumlah aktivis dari berbagai elemen masyarakat, Kamis (3/12), menyatakan sikap, berharap Tim Sembilan, tim yang mengusung hak angket Bank Century, untuk turut dalam panitia khusus hak angket Bank Century. Mereka mendukung dan memercayai anggota Tim Sembilan untuk memimpin dan menjadi anggota panitia angket tersebut.
“Saya pikir yang diusulkan semestinya ketua pansus itu dari Tim Sembilan,” ujar aktivis KOMPAK, Ray Rangkuti, ketika ditemui dalam konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah, di Jakarta, Kamis (3/12).
Turut hadir dalam pertemuan tersebut aktivis dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (KOMPAK), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Forum Kepemimpinan Muda Indonesia (FKIP), dan beberapa elemen lainnya.
Harapan mereka adalah adanya penyeleksian dalam memilih orang-orang yang akan duduk dalam panitia hak angket tersebut. “Kalau bisa orang-orangnya diseleksi,” kata Ray.
Dalam pernyataan sikapnya, mereka mengatakan, kepercayaan masyarakat telah tertambat kepada Tim Sembilan sejak upaya mereka yang tidak kenal lelah dalam mengusung dan mengajukan hak angket ini. Mereka berharap pemimpin parpol sebaiknya tidak mengabaikan kepercayaan rakyat tersebut.
Selanjutnya, Jumat (4/12) besok, bertepatan dengan penetapan panitia hak angket Bank Century oleh DPR, para aktivis tersebut berencana akan menggelar aksi di Nusantara Tiga Gedung DPR RI, Jakarta, pukul 14.00. Tema yang diusung masih sama, yaitu “Tolak Penumpang Gelap Pansus Century”.